Percakapan Dua Orang Pengusaha Frustrasi

Dua orang pengusaha sedang terduduk lesu dan masing-masing menceritakan betapa frustrasinya mereka karena buruknya masalah yang sedang mereka hadapi.

Pengusaha 1: “Saya benar-benar tidak akan melupakannya. Penjualan saham di bulan Februari, Maret dan April mulai terus memburuk selama tahun ini. Lalu di bulan Mei dan Juni, lebih buruk lagi.”

Pengusaha 2: “Itu belum seberapa, Bung. Bandingkan dengan masalah saya. Anak laki-laki saya kena kasus dan dikeluarkan dari universitasnya. Anak perempuan saya juga sama saja, membuat onar, lalu dia meninggalkan sekolah dan ngotot akan menikahi seorang pemuda pengangguran. Istri saya menceraikan saya untuk bersama pria lain. Ada hal yang lebih buruk dari ini?”

Pengusaha 1: “Ada! Penjualan saham bulan lalu saya!!!”

Percakapan Mesra di Handphone

Sekumpulan pria sedang berada di dalam ruang ganti salah satu gym terkemuka dan eksklusif, yang berada di salah satu mall ternama ibukota. Lalu tiba-tiba terdengar deringan yang sangat keras. Ternyata deringan berasal dari HP yang sedang tergeletak di salah satu pojok ruangan itu.

Seorang pria kemudian beranjak ke sana dan menjawab panggilan yang masuk. Kemudian terjadilah obrolan berikut ini.

Pria: “Halo?”

Wanita: “Halo, Honey. Ini aku.”
Pria: “Ehmmmm … ada apa?”

Wanita: “Honey, masih ada di gym ya?”
Pria: (berdehem) “Ehm. Iya.”

Wanita: “Honey, sekarang aku lagi shopping di lantai bawah. Lagi muter-muter. Ada diskon di salah satu butik langgananku. Ini ada collection tas terbaru, caaantikkk banget … boleh aku beli?”
Pria: (terdiam sejenak) “…. berapa harganya?”

Wanita: “Mmm, cuma 5 juta.”
Pria: (diam sebentar, lalu menarik napas) “Hhm, oke lah, boleh juga. Kalau memang kamu suka, beli aja.”

Wanita: “Ahhh, thanks banget ya, Honey.”
Pria: “He-eh.”

Wanita: (dengan cepat menyambung) “Oh iya, tadi sewaktu baru sampai ke mall ini, aku singgah ke hall di bawah. Lagi ada pameran mobil Jaguar keluaran baru. Modelnya keren dan eksklusif banget, aku suka deh. Tadi aku sudah sempat ngobrol sama penjualnya, katanya dia setuju mau kasih ‘good price’. Lagian kan bagus kalau Mercedes yang tahun lalu kita beli itu ditukar dengan mobil keluaran baru, Sayang.”
Pria: “Terus, berapa harga yang dia kasih?”

Wanita: “Satu koma lima M, Say.”
Pria: “Oke. Pastikan harga itu sudah on the road.”

Wanita: “Great! You’re so sweet. You’re the best husband, Honey. But before I hang up, one thing again.”
Pria: “Apa itu?”

Wanita: “Aku pingin ngomong, Say, cuman jangan kaget ya? Tadi sewaktu berangkat ke sini, aku mampir dulu ke agen properti. Tahu ga, Say, rumah yang kemarin kita lewati itu, ternyata dijual lho. Ingat rumahnya kan, Honey? Itu lho, yang double decker, terus ada taman orchidnya segala. Yang hadap sama pantai langsung. Cantik kan.”
Pria: “Berapa mereka buka harganya?”

Wanita: “Cuma 3M saja. Oke kan harganya? Pas aku lihat, tabunganmu cukup lho untuk beli rumah itu.”
Pria: “Bagus dong. Buruan beli sebelum diambil orang lain. Coba kamu tawar lagi, siapa tahu boleh kurang.”

Wanita: “Okay, Honey! Pokoknya beres dech. Hari ini kamu baiikkkkkk banget. Thank you so much, Honey. See you later. Love you full. Muachhh!”
Pria: “See you. I love you too.”

Pembicaraan pun selesai, dan pria itu menutup HPnya.

Kemudian, sambil mengangkat tangannya dan melambai-lambaikan HP itu, pria itu kemudian berseru kepada orang-orang yang ada di ruang ganti gym itu.

“OOOOIIT, ADA YANG TAHU NGGAK, INI HANDPHONE PUNYA SIAPA??”

Gara-gara Operasi Plastik

Seorang nenek tiba-tiba mendapat serangan jantung saat sedang menghadiri suatu pesta perjamuan makan. Beberapa tamu undangan segera menolong dan melarikan si nenek ke rumah sakit.

Di rumah sakit, si nenek segera dibawa ke ruang operasi untuk tindakan penyelamatan. Pada saat itulah, ketika si nenek sudah sekarat dan di ambang kematian, dia bertemu sang malaikat penjemputnya.

Nenek: “Apakah waktu saya sudah tiba?”

Malaikat: “Hmmm … sebenarnya belum. Kamu masih punya 20 tahun 3 bulan 19 hari 21 jam 12 menit dan 40 detik lagi untuk terus hidup di dunia ini. Itu juga yang sebenarnya ingin disampaikan kepadamu saat ini. Kamu akan hidup kembali beberapa saat lagi.”

Dan memang itulah yang terjadi. Sang nenek pun selamat dan hidup kembali, dan terbangun dari komanya.

Setelah mendapatkan “kehidupan baru”nya kembali, si nenek gaul ini seperti mendapatkan kekuatan baru untuk melewati segala krisis yang dihadapinya.

Setelah sembuh, si nenek gaul yang kaya ini segera mendatangi dokter bedah kecantikan, dan meminta sang dokter untuk mengoperasi plastik wajahnya, mengencangkan bagian-bagian tubuhnya, menghilangkan semua selulitnya, membentuk postur bodinya kembali dan sebagainya. Sekalipun akan menghabiskan biaya ratusan juta rupiah, ia bertekad untuk tidak menyia-nyiakan waktunya dengan berada dalam kondisi keriputan lagi.

Dengan kecanggihan teknologi kedokteran dan keterampilan bedah dari anggota tim operasi itu, maka sang nenek gaul dipermak total menjadi seorang wanita muda yang cantik dan seksi, hampir mendekati tingkat supermodel (beda-beda tipis lah).

Setelah mendapatkan hasil yang diinginkan, dengan langkah bangga, sang nenek gaul itu meninggalkan rumah sakit.

Namun, baru saja mencapai 500 meter dari lokasi rumah sakit, sebuah ambulan yang sedang terburu-buru mengantar korban kecelakaan melintas dengan kencang, dan tabrakan dengan sang nenek pun tidak dapat dihindarkan. Sang nenek yang baru saja menikmati penampilan barunya itu, akhirnya meninggal.

Dalam perjalanan menuju akhirat, sang nenek bertemu kembali dengan malaikat yang dulu menjumpainya di ruang operasi jantung sebelumnya. Dengan mencak-mencak, si nenek pun memprotes kepada sang malaikat.

Nenek: “Malaikat!! Gimana sich?! Katanya umur saya masih panjang. Kenapa sekarang kaya gini sih????”

Malaikat: “Maaf, Nona. Saya tidak kenal Anda.”

Hati-hati Dalam Memberi Bantuan

Seorang pendeta sedang berada dalam perjalanannya menuju suatu tempat. Ia melihat seorang anak kecil sedang berdiri di depan sebuah rumah, dan berjinjit dengan susah payah sambil sesekali meloncat, hendak menjangkau tombol bel yang ada di samping pintu rumah.

Sang pendeta melihat bel itu terlalu tinggi bagi anak kecil itu. Maka ia pun mendekati si anak tadi.

Pendeta: “Hai, Nak. Perlu bantuan ya?”

Sambil berkata begitu, sang pendeta pun langsung membantu si anak memencet bel tadi.

Anak itu mengintip melalui lubang kunci pintu itu, lalu segera berlari sambil berteriak kepada sang pendeta.

Anak: “Cepat lari, Pak Pendeta! Yang punya rumah sedang berjalan keluar.”

Kakek Nenek Di Restoran

Suatu ketika, Bejo melihat sepasang kakek-nenek sedang duduk berdua di restoran. Mereka tampak duduk berdampingan dan memesan makanan.

Ketika pesanan mereka datang, keromantisan rupanya masih tampak pada diri sang kakek. Buktinya, dia terlihat membagi makanannya kepada sang nenek juga. Sepiring berdua.

Tentunya, perilaku sang kakek ini mengundang perhatian dan kekaguman Bejo dan para pengunjung restoran lainnya.

Karena rasa penasarannya, Bejo pun mendekati mereka, dan berkata, “Wah, Kek, Nek, romantis sekali, berbagi makanan?”

Sang nenek menjawab, “Ya, kami selalu berbagi apapun berdua.”

Bejo pun terkagum-kagum.

Sementara itu, sang kakek pun makan. Sang nenek, memperhatikan suaminya sambil tersenyum-senyum saja, masih belum menyentuh hidangan yang diberikan sang kakek kepadanya. Hingga sang kakek selesai makan dan mulai mengelap mulutnya, si nenek rupanya masih belum menyentuh makanannya.

Dengan terheran-heran, Bejo yang masih mengamati sepasang kakek-nenek itu tergelitik untuk bertanya lagi, “Kenapa belum dimakan, Nek? Apa Nenek kurang suka makanan ini? Mungkin mau saya belikan untuk Nenek?”

“Oh, tidak. Terima kasih, Nak,” jawab sang Nenek, “Sebenarnya saya sedang menunggu gigi palsunya, gantian sama si Kakek.”

Saat Ajal Mendekat

Suatu ketika, Ah Beng, salah satu taipan terkaya sudah sekarat di tempat tidurnya. Sang dokter telah menyarankan kepada istri dan anak-anaknya untuk berkumpul karena Ah Beng tidak akan bertahan hidup lebih lama lagi.

Maka berkumpullah istri Ah Beng dan anak-anak mereka sambil diam-diam menangis, mengerubungi sang ayah di sekeliling tempat tidurnya.

Ah Beng membuka matanya perlahan-lahan, lalu samar-samar melihat sosok orang-orang tercinta di sekelilingnya.

Dengan suara lirih Ah Beng mulai memanggil nama mereka satu per satu.

“Mei Lan?” panggilnya.

Sang istri mendekat ke wajahnya sambil menangis dan berkata, “Ini aku, Papa.”

“Ling Er?” panggil Ah Beng juga.

Anak pertama mendekat dan menjawab, “Ada, Ling Er di sini, Papa.”

“Cai Long?” panggil Ah Beng kemudian.

Anak kedua mendekat, turut menjawab, “Ah Long hadir, Papa.”

“Wen Er?” panggil Ah Beng juga.

Anak bungsu pun mendekat dan menjawab juga, “A Wen hadir, Papa.”

Ah Beng memandangi seluruh anggota keluarganya satu per satu sambil dengan lirih menyebut nama mereka, lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu dan suaranya mulai menjadi keras.

“Kalau kalian semua di sini, JADI SIAPA YANG JAGA TOKO?!”

Kejadian Meresahkan Di Rumah Sakit

Dikisahkan, di salah satu rumah sakit ternama telah terjadi hal-hal yang begitu membingungkan para dokter, para perawat dan semua pengurus terkait. Karena hal-hal yang terjadi sampai menimbulkan keresahan, banyak juga orang yang mengait-ngaitkannya dengan hal-hal mistik dan supranatural.

Jadi begini kejadiannya.

Konon katanya, di ICU rumah sakit tersebut sering ditemukan para pasien (yang membutuhkan bantuan pernapasan) selalu meninggal di kamar yang sama, juga tempat tidur yang itu juga, dan meninggalnya selalu sekitar waktu yang sama pada hari tertentu seperti itu juga, tanpa peduli umur, jenis kelamin, kondisi fisik maupun keluhan kesehatan yang sedang dideritanya.

Karena hal ini semakin menjadi-jadi frekuensinya, sampai hampir setiap pekan untuk hari tertentu itu, akhirnya semua pengurus dan karyawan rumah sakit itu menjadi tegang, dan belakangan, pada pekan berikutnya menjelang Hari-H mereka bertanya-tanya jika kejadian meresahkan itu akan terulang lagi kepada pasien berikutnya.

Maka, ketika pasien baru telah dibaringkan di tempat tidur itu, menjelang Hari-H yang meresahkan itu, beberapa orang dokter dan perawat sudah bersiap-siap memegang berbagai kitab suci sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing, juga tasbih, salib, benda-benda suci lainnya, bahkan bawang putih dan kembang tujuh rupa (yang dianggap bisa menangkal roh-roh jahat) turut mereka persiapkan.

Mereka bersiap-siap sambil bersembunyi di berbagai sudut tersembunyi sekitar ruangan itu.

Sementara itu, sang pasien tetap terbaring di sana, mengiringi waktu yang terus berjalan …

Detik demi detik …
Menit demi menit …
Jam demi jam …

Tepat menuju tibanya waktu keramat itu, pintu kamar tiba-tiba terbuka …

Dan masuklah Bejo, sang cleaning service part-timer yang mendapat giliran kerja pada hari itu. Tanpa ba-bi-bu, Bejo langsung mencabut kabel alat bantu pernapasan sang pasien itu dari stop kontak, kemudian menggantinya dengan vacuum cleaner, lalu mulai beraksi membersihkan seisi ruangan itu …

Cuma Sengaja Supaya …

Istri Bejo suka sekali bernyanyi dan karaoke-an, sampai suatu hari ia memutuskan untuk ikut paduan suara ibu-ibu di RW mereka. Semenjak itu, semakin gencarlah ia berlatih bernyanyi. Di dapur, kamar mandi, ruang tamu, saat menyapu, mencuci, saat waktu senggang, sampai bahkan ketika sebelum tidur pun masih latihan bernyanyi.

Bejo yang melihat hobi baru sang istri, hanya terdiam saja. Ia tidak menunjukkan tanda keberatan, juga tidak mengomentari apapun. Walaupun begitu, ketika istrinya sudah mulai bernyanyi, Bejo akan langsung keluar rumah, atau setidaknya membuka jendela lebar-lebar dan duduk-duduk dekat jendela, atau bahkan melongokkan kepalanya keluar jendela.

Lama-lama sang istri menyadari reaksi sang suami. Ia mulai merasa tersinggung, hingga suatu hari pun ia bertanya kepada Bejo, “Mas, kenapa sih tiap kali aku nyanyi kamu seperti itu? Nggak suka dengar aku nyanyi ya??”

Bejo berusaha menenangkan istrinya dan menjawab dengan hati-hati, “Bukan, Mi. Aku suka kok kamu nyanyi. Aku cuma sengaja menampakkan diri ke orang-orang di luar rumah saat kamu nyanyi, supaya para tetangga nggak sampai nuduh kalau kita ini sedang berantem!”

Bentuk Bumi Sebenarnya Seperti Apa

Dodol senang berteka-teki sambil memamerkan pengetahuannya kepada Ndablek tetangganya. Suatu hari, Dodol bertanya apakah Ndablek mengetahui bentuk bumi sebenarnya seperti apa.

“Nyerah deh. Saya nggak tahu,” kata Ndablek.

“Sama seperti bentuk kancing jas saya,” kata Dodol, mencoba memberi petunjuk.

“Oh, segi empat ya?” kata Ndablek, sang tetangga.

“Bukan. Yang kancingnya segi empat itu dari jas yang sering saya pakai tiap acara hari Minggu. Maksud saya jas yang biasa saya pakai tiap pergi kerja,” kata Dodol, masih berusaha memberi petunjuk.

“Ooh, ngerti, ngerti,” sahut Ndablek manggut-manggut, “Kalau begitu, bentuk bumi waktu hari Minggu itu segi empat. Kalau hari Senin sampai Sabtu, bentuknya bulat.”

Rela Mendonor

Seorang pendeta menderita penyakit ginjal, dan untuk menyembuhkan penyakitnya ia akan harus mengganti ginjalnya, dan ia masih menunggu sumbangan ginjal milik seseorang. Walaupun demikian, ia masih terus berkhotbah di gerejanya ketika dibutuhkan.

Suatu hari Minggu, ketika ia mendapat giliran untuk berkhotbah, ia sempat menyampaikan masalah ginjalnya tersebut, dan tergelitik untuk bertanya kepada para jemaat, untuk mengetahui sejauh mana rasa cinta dan rasa peduli jemaat terhadap dirinya.

“Adakah di antara Saudara-saudara sekalian yang rela mendonorkan ginjalnya kepada saya?” tanya sang pendeta. Di luar dugaan, ternyata ia mendapat jawaban yang luar biasa, para jemaat serempak mengacungkan tangan mereka. Melihat hal itu, sang pendeta menjadi sangat terharu.

“Baiklah,” kata sang pendeta, “Saya tidak tega menunjuk seseorang untuk memberikan ginjalnya, jadi mari kita undi dengan sehelai bulu ayam ini. Saya akan melemparkan bulu ayam ini ke tengah-tengah Saudara-saudara sekalian. Jika bulu ayam ini menyentuh kepala seseorang, maka orang itulah yang terpilih untuk mendonorkan ginjalnya kepada saya. Apakah sepakat demikian, Saudara-saudara sekalian?”

Maka semua jemaat pun sepakat, dan sang pendeta pun melemparkan bulu ayam itu ke arah barisan kursi jemaat.

Bulu ayam itu pun melayang ke tengah-tengah jemaat. Akan tetapi, setiap kali bulu ayam itu hendak menempel di kepala seseorang, dengan spontan orang itu langsung meniup bulu ayam itu supaya tidak hinggap di kepalanya.