Seorang pendeta menderita penyakit ginjal, dan untuk menyembuhkan penyakitnya ia akan harus mengganti ginjalnya, dan ia masih menunggu sumbangan ginjal milik seseorang. Walaupun demikian, ia masih terus berkhotbah di gerejanya ketika dibutuhkan.
Suatu hari Minggu, ketika ia mendapat giliran untuk berkhotbah, ia sempat menyampaikan masalah ginjalnya tersebut, dan tergelitik untuk bertanya kepada para jemaat, untuk mengetahui sejauh mana rasa cinta dan rasa peduli jemaat terhadap dirinya.
“Adakah di antara Saudara-saudara sekalian yang rela mendonorkan ginjalnya kepada saya?” tanya sang pendeta. Di luar dugaan, ternyata ia mendapat jawaban yang luar biasa, para jemaat serempak mengacungkan tangan mereka. Melihat hal itu, sang pendeta menjadi sangat terharu.
“Baiklah,” kata sang pendeta, “Saya tidak tega menunjuk seseorang untuk memberikan ginjalnya, jadi mari kita undi dengan sehelai bulu ayam ini. Saya akan melemparkan bulu ayam ini ke tengah-tengah Saudara-saudara sekalian. Jika bulu ayam ini menyentuh kepala seseorang, maka orang itulah yang terpilih untuk mendonorkan ginjalnya kepada saya. Apakah sepakat demikian, Saudara-saudara sekalian?”
Maka semua jemaat pun sepakat, dan sang pendeta pun melemparkan bulu ayam itu ke arah barisan kursi jemaat.
Bulu ayam itu pun melayang ke tengah-tengah jemaat. Akan tetapi, setiap kali bulu ayam itu hendak menempel di kepala seseorang, dengan spontan orang itu langsung meniup bulu ayam itu supaya tidak hinggap di kepalanya.