Kakeknya Monyet

Seorang penjual topi berjalan melintasi jalan setapak di hutan. Karena cuaca luar biasa panasnya, akhirnya ia pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Ia meletakkan keranjang berisi topi-topi dagangannya di sampingnya, lalu merebahkan diri dan tak lama pun ia terlelap.

Setelah beberapa jam terlelap, sang penjual topi terbangun oleh suara-suara yang ribut.

Hal pertama yang disadarinya adalah, semua topi dagangannya telah hilang. Dengan panik ia mencari-cari keberadaan topi-topi dagangannya. Kemudian ia mendengar ada suara monyet-monyet di atas pohon. Ia pun mendongak ke atas dan betapa terkejutnya ia ketika melihat pohon itu penuh dengan monyet-monyet yang masing-masing mengenakan topi dagangannya.

Penjual topi itu terduduk dengan perasaan shock dan berpikir keras untuk cara mendapatkan kembali topi-topi dagangannya yang sedang dibuat main-main oleh para monyet itu. Ia terus berpikir sampai menggaruk-garuk kepalanya.

Ternyata para monyet menirukan tingkah lakunya.

Sang penjual topi kemudian melepas topinya sendiri dan mulai mengipas-ngipas dengan topi itu. Ternyata para monyet itu melakukan hal yang sama!

Akhirnya sang penjual topi mendapatkan ide. Ia pun membuang topinya ke tanah. Dan benar saja, para monyet itu ikut-ikutan membuang topi-topi di tangan mereka ke bawah. Segera saja sang penjual topi menyambar dan mengumpulkan kembali topi-topi dagangannya dan langsung kabur melanjutkan perjalanannya.

Lima puluh tahun kemudian, si penjual topi sudah menjadi seorang kakek yang sangat tua. Usaha menjual topi pun diwariskan kepada cucunya, yang juga menjadi seorang penjual topi. Sang cucu telah berkali-kali mendengar kisah tentang para monyet itu dari kakeknya.

Hingga suatu hari, sang cucu juga melintasi hutan yang sama. Ia juga melakukan seperti kakeknya, beristirahat di bawah pohon yang sama setelah meletakkan keranjang berisi topi-topi dagangannya di sampingnya. Ketika terbangun, ia juga menyadari bahwa para monyet di pohon itu telah mengambil topi-topi dagangannya juga.

Ia pun teringat cerita sang kakek, dan ia pun mulai menggaruk-garuk kepala. Ternyata benar, para monyet menirukannya. Ia juga melepas topinya dan mengipas-ngipaskan topi itu ke wajahnya. Dan para monyet juga menirukannya.

Sekarang ia merasa yakin akan ide kakeknya. Kemudian ia melempar topinya ke tanah.

Tetapi kali ini ia yang terkejut, karena para monyet itu tidak satupun yang menirukannya. Mereka tetap memegangi topi masing-masing erat-erat.

Kemudian, seekor monyet turun dari pohon, mengambil topi di tanah yang dilempar sang cucu penjual topi tadi, lalu menepuk bahu sang cucu penjual topi itu sambil cengar-cengir dan berkata:

“Emangnya cuma elo doang yang punya kakek?”

Jawaban Ulangan

Pada suatu hari, seorang guru mengadakan ulangan di sebuah kelas, dan tes yang diberikan kepada murid-muridnya adalah tes dengan pilihan Benar-Salah (BS).

Dodol, sudah siap dengan ulangan itu. Ia mengambil sekeping uang logam dari kantongnya, lalu melemparnya untuk setiap pertanyaan. Sisi angka untuk jawaban yang benar, sisi gambar untuk jawaban yang salah.

Ketika semua murid sudah selesai dan keluar meninggalkan kelas untuk beristirahat, Dodol masih terus melempar-lempar uang logamnya.

Sang guru pun bertanya kepada Dodol, “Mengapa lama sekali baru selesai, Nak?”

Dodol pun menyahut, “Oh, saya sudah selesai sedari tadi, Bu. Sekarang saya sedang mengecek ulang jawaban saya.”

Awal Terjadinya Perang

Seorang anak yang baru saja melihat berita perang, menjadi ingin tahu dan bertanya kepada ayahnya, “Yah, bagaimana sih awal terjadinya perang?”

Sang ayah pun menjawab, “Begini … misalnya kampung sini dan kampung sebelah berperang dan …”

Terdengar suara ibu yang memotong, “Tetapi kampung kita tidak bermusuhan dengan kampung tetangga, Pak!”

Sang ayah menyahut, “Iya, saya tahu. Ini cuma sebuah contoh saja, Bu.”

Sang ibu menyahut balik, “Iya, tetapi Ayah mengajarkan hal yang salah kepada anak kita!”

Sang ayah menyahut lagi, “Tidak. Saya tidak mengajarkan hal yang salah. Siapa bilang saya salah?”

Sang ibu langsung membalas, “Ya, Ayah salah!!”

Sang ayah menyahut kembali, “Sudah kukatakan aku tidak salah! Ini keterlaluan!!!”

Dan kemudian terdengar kembali suara anak mereka, “Baiklah, Yah. Sekarang saya sudah mengerti bagaimana awal terjadinya perang.”

Cari Dulu Kepalanya

Ada seorang pria buta yang sedang berjalan-jalan bersama anjingnya. Di tengah jalan, ternyata anjing itu berhenti, lalu tahu-tahu saja pria buta itu merasakan ada sesuatu yang membasahi kakinya.

Sambil membungkuk, pria buta itu mengulurkan tangannya dan mencari-cari kepala si anjing, kemudian mengelus-elus kepala anjing itu.

Melihat sang orang buta malah mengelus-elus kepala si anjing, orang-orang yang lewat pun terheran-heran dan bertanya, “Pak, nggak salah nih? Mengapa Bapak malah mengelus-elus kepala si anjing, padahal dia sudah mengencingi kaki Bapak?”

Sang orang buta menyahut, “Iya, saya tahu. Tetapi saya harus menemukan kepalanya dulu, baru bisa menendang pantatnya!”

Doa Seorang Bocah

Alkisah, ada seorang bocah yang sangat ingin melanjutkan sekolahnya, akan tetapi orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya karena mereka hidup berkekurangan, ditambah lagi, ibunya yang sedang sakit membutuhkan biaya untuk berobat.

Akhirnya sang bocah pun memutuskan untuk menulis surat kepada Tuhan …

Kepada Yth,
Tuhan
di Surga

Tuhan yang baik, saya mau melanjutkan sekolah, tapi orang tua saya tidak punya uang. Ibu juga sedang sakit, harus beli obat.

Tuhan, saya butuh uang Rp. 50.000,- untuk beli obat Ibu, Rp. 30.000,- untuk bayar uang sekolah, Rp. 10.000,- untuk beli seragam, dan Rp. 10.000,- untuk beli buku pelajaran. Jadi semuanya Rp. 100.000,-

Tolong bantu saya, Tuhan, saya tunggu kiriman uangnya.

Dari: Rio

Sang bocah pun pergi ke kantor pos untuk mengirim suratnya dengan amplop surat yang tertulis “Untuk Tuhan di Surga”.

Petugas kantor pos yang bingung melihat alamat tujuan tersebut, merasa iba kepada sang bocah dan tidak tega untuk mengembalikan suratnya.
Berhubung bingung surat itu entah harus diapakan, akhirnya petugas pos itu pun menyerahkannya ke kantor polisi terdekat.

Setelah membaca isi surat itu, sang komandan polisi merasa iba dan tergerak hatinya untuk menceritakan hal tersebut kepada anak buahnya. Akhirnya para polisi pun mengumpulkan dana untuk diberikan kepada bocah itu, tetapi dana yang terkumpul ternyata hanya Rp. 95.000,-

Lalu sang komandan memasukkan uang yang terkumpul ke dalam amplop, dan menuliskan “Dari Tuhan di Surga”, kemudian menyerahkannya kepada salah seorang anak buahnya untuk diserahkan kepada sang bocah.

Menerima uang tersebut, sang bocah merasa sangat gembira karena permintaannya terkabul sekalipun yang diterima hanya Rp. 95.000,-

Sang bocah pun kembali mengambil kertas dan alat tulis, lalu mulai menulis surat lagi …

Tuhan, terima kasih kiriman uangnya. Tapi lain kali jangan lewat polisi, karena kalau lewat polisi ternyata dipotong Rp. 5.000,- …

Benar-benar Gentleman

Suatu ketika ada kelas etiket yang sedang diselenggarakan bagi anak-anak muda. Sang guru berkata kepada murid-muridnya, “Jika Anda, seorang gentleman, berkencan dengan seorang gadis muda yang terpelajar dari suatu keluarga yang terpandang, dan pada saat makan malam berdua, Anda perlu pergi ke toilet, apa yang akan Anda katakan kepada sang gadis?”

Doni menjawab, “Tunggu sebentar, saya harus pipis.”

Sang guru pun berkata, “Itu akan sangat kasar dan tidak selayaknya Anda ucapkan.”

Charles menyahut, “Maafkan saya, saya perlu ke toilet. Saya akan kembali sebentar lagi.”

Sang guru berkata, “Itu jauh lebih baik, tetapi menyebut kata ‘toilet’ di perjamuan makan, itu tidak enak didengar.”

Lalu Dodol pun menjawab, “Sayangku, mohon izin sebentar. Aku harus pergi berjabat tangan dengan seorang teman pribadi, yang aku harap bisa diperkenalkan kepadamu sesudah makan malam.”

Nilai 10

Dodol, seorang murid kelas 2 SD, mendapat nilai 10 untuk ulangan matematikanya. Riang bukan kepalang, ia pun pulang dengan hati gembira.

Ia pun berlari-lari menghampiri ibunya yang sedang menjemur pakaian dan berkata, “Bu, Ibu! Lihat! Aku dapat nilai sepuluh untuk ulangan matematika! Pak Guru bilang cuma aku yang dapat nilai sepuluh!!”

Sang ibu menjawab, “Wah, pintar kamu. Memangnya anak lain dapat nilai berapa?”

Dodol menjawab, “Kata Pak Guru, yang lain dapat nilai 100 …”

Kentut dan Pengobatannya

Seorang wanita tua datang menemui seorang dokter dan bertanya, “Dokter, saya punya masalah dengan perut selalu berangin, walaupun tak pernah mengganggu saya. Kentut terus, tapi tak pernah berbau, dan sunyi senyap, jadi saya selalu kentut.”

Dokter itu pun meminta penjelasan lebih lanjut dari sang wanita tadi, dan wanita itu berkata, “Sebenarnya saya sudah kentut sebanyak 30 kali di hadapan Dokter. Tapi mungkin Dokter tidak tahu, sebab kentut saya tidak berbau dan sunyi senyap.”

Akhirnya, sang Dokter pun menyahut, “Baiklah, Bu. Sekarang Ibu ambil pil ini, ikuti resepnya, minggu depan Ibu datang lagi menjumpai saya.”

Seminggu berikutnya, wanita tua itu pun kembali mengunjungi dokter tersebut. Kali ini, ia datang sambil marah-marah.

“Dokter,” katanya, “saya tidak tahu pil apa yang Dokter sudah berikan kepada saya. Tetapi kentut saya ini sekarang, walaupun masih senyap, baunya sangat busuk!”

Dokter itu menjawab, “Bagus!! Kita sudah mengobati hidung Ibu yang tersumbat. Sekarang, mari saya periksa telinga Ibu!”

Jin Goblok

Pada suatu ketika, ada tiga orang sahabat karib – Bejo, Tuak dan Ngebul – yang selalu bersama-sama ke manapun mereka pergi. Akan tetapi, sekalipun mereka sangat karib, ternyata mereka mempunyai kegemaran yang berlainan: Bejo suka main perempuan, Tuak suka minum minuman keras, sedangkan Ngebul menyukai segala jenis rokok.

Suatu saat, ketika mereka sedang berjalan tanpa tujuan, perjalanan mereka berujung pada penemuan sebuah teko kecil.
Continue reading →

Benar-benar Cilaka …

Seorang pria yang baru saja menikah, lemah lunglai saat berada di pos hansip, seperti orang linglung. Beberapa saat kemudian, sobat karibnya pun datang, langsung menepuk pundaknya dan menyapa, “Hoy! Ente itu penganten baru, bukannya seger kek, semangat kek, malah lemes. Ada apa sih?”

Pria itu pun menyahut, “Ya gini lho, aku mikirin istriku.”

“Kenapa istrimu? Aku lihat sepertinya istrimu baik-baik dan sehat-sehat saja,” kata sang sobat.

“Begini, Situ kan tahu kalo aku biasa pergi cari ‘jajanan’. Lha, pas kemarin malam pertama sebagai pengantin, aku kelupaan kalau itu bukan lagi ‘jajan’. Duh! Jadi semalam itu aku keluarin duit 50-ribu, anggapanku perempuan bodi kaya gini paling banter taripnya 50 ribu doang. Aku bener-bener cilaka, lupa kalo itu istriku sendiri,” sahut sang pria lagi sambil menepuk dahinya dengan frustrasi.

“Busyet dah …,” sahut sang sobat sambil geleng-geleng kepala, yang kemudian berusaha menghibur, “Tapi sudahlah, jangan dipikirin lagi, paling-paling istrimu cuma tersinggung sebentar, terus lengket lagi sama Ente.”

Sang pria semakin murung, “Bukan itu masalahnya, Sob!”

“Lha, jadi masalahnya apa lagi?” tanya sang sobat bingung.

Sang pria mengacak-acak rambut dengan penuh frustrasi, “Masalahnya, waktu aku berikan duit 50 ribu itu, mendadak aku diberi kembalian 25 ribu!!!”